'Berperan' dalam program rudal, dua pejabat Korea Utara dikenai sanksi AS

'Berperan' dalam program rudal, dua pejabat Korea Utara dikenai sanksi AS
'Berperan' dalam program rudal, dua pejabat Korea Utara dikenai sanksi AS
Tentara Korea Utara Hak atas foto KIM WON-JIN/AFP Image caption Tentara Korea Utara menghadiri upacara deklarasi negara nuklir pada tanggal 1 Desember 2017.

Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru kepada dua pejabat Korea Utara karena peran mereka dalam program rudal negara itu.

Kementerian Keuangan Amerika Serikat menyebut kedua pejabat itu sebagai Kim Jong Sik dan Ri Pyong Chol.

"Kementerian Keuangan menyasar para pemimpin program rudal balistik Korea Utara sebagai bagian dari tekanan maksimal untuk mengisolasi Republik Korea Utara dan mewujudkan Semenanjung Korea yang bebas nuklir," kata Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, dalam pernyataannya pada Selasa (26/12).

Ditambahkannya, nama kedua pejabat juga tercantum dalam sanksi baru Dewan Keamanan PBB yang disahkan Jumat lalu.

"Kim Jong-Sik dilaporkan sebagai sosok penting dalam pengembangan rudal balistik Korea Utara, termasuk upaya untuk mengubah bahan bakar cair menjadi bahan bakar padat, dan Ri Pyong-Chol dilaporkan sebagai pejabat penting dalam pengembangan rudal balistik antarbenua." Demikian pernyataan Kementerian Keuangan AS.

Karena sanksi ini, harta milik kedua pejabat Korea Utara tersebut, yang berada di wilayah yurisdiksi AS, diblokir dan warga negara Amerika Serikat dilarang menjalin kontak bisnis dengan mereka.

'Retorikaagresif' AS

Pada Jumat lalu, PBB memutuskan untuk memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara.

Negara itu menanggapinya dengan nada marah dan menyebut sanksi baru sebagai aksi perang.

Hak atas foto Reuters Image caption Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, menyaksikan langsung peluncuran rudal Hwasong pada pertengahan September 2017.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memperingatkan kepada Amerika Serikat untuk tidak menambah ketegangan dengan Korea Utara. Ditambahkannya Rusia menyerukan agar proses negosiasi dimulai lagi.

Dalam pernyataan yang dikeluarkan setelah melakukan pembicaraan lewat telepon dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Rex Tillerson, Lavrov mengatakan retorika agresif Amerika Serikat terhadap Pyongyang tidak dapat diterima.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.