Jenderal Myanmar dicekal AS dengan tuduhan 'pembasmian etnik'

Jenderal Myanmar dicekal AS dengan tuduhan 'pembasmian etnik'
Jenderal Myanmar dicekal AS dengan tuduhan 'pembasmian etnik'
A Rohingya refugee boy in Bangladesh Hak atas foto Reuters Image caption Ratusan ribu orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh sejak akhir Agustus 2017.

AS menjatuhkan sanksi pencekalan kepada seorang jenderal Myanmar yang dituduh memimpin operasi pembersihan etnik terhadap orang-orang Muslim Rohingya.

Jenderal Maung Maung Soe termasuk di antara sejumlah tokoh dunia yang masuk daftar hitam AS untuk tuduhan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi.

Krisis di Myanmar sejak Agustus, telah mengakibatkan lebih dari 650.000 orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Myanmar larang masuknya penyelidik PBB untuk krisis Rohingya Mungkinkah Aung San Suu Kyi diadili untuk dakwaan genosida Rohingya? Sekitar 6.700 Muslim Rohingya tewas dalam waktu sebulan, kata MSF

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Keuangan AS mengatakan Maung Maung Soe "memimpin operasi militer di Negara Bagian Rakhine di Myanmar yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas terhadap warga sipil Rohingya".

Bulan lalu dia dipindahkan dari posisinya, namun Kementerian Pertahanan Myanmar tidak memberikan alasannya.

Pekan ini, penyidik ​​hak asasi manusia PBB di Myanmar dilarang memasuki negara tersebut.

Pemerintah mengatakan bahwa mereka melarang Penyidik PBB Yanghee Lee karena dia "tidak imparsial dan tidak objektif", namun Lee mengatakan bahwa keputusan tersebut menyiratkan terjadinya "sesuatu yang sangat mengerikan" di Rakhine.

'Tutup mata' terhadap kekerasan pada Rohingya Muslim, penghargaan Dublin untuk Aung San Suu Kyi dicabut Jenderal Myanmar salahkan Rohingya sebagai penyebab krisis Banyak orang Rohingya 'cacat karena ranjau darat'

Militer Myanmar mengatakan bahwa mereka hanya memerangi militan Rohingya, ARSA, dan menyangkal telah menyasar warga sipil.

Eksodus warga Rohingya dimulai ketika tentara Myanmar melancarkan operasi melawan pemberontakan di Negara Bagian Rakhine utara setelah pejuang pemberontak menyerang pos polisi dan membunuh anggota pasukan keamanan.

Banyak di antara mereka yang berhasil mencapai Bangladesh - bahkan dengan peluru di tubuh atau luka lainnya - mengatakan bahwa tentara Myanmar yang didukung oleh warga Buddha setempat membakar desa mereka dan menyerang dan membunuh warga sipil.

PBB menyebut serangan militer di Rakhine sebagai "contoh buku teks tentang pembersihan etnik".

Pemerintahan Presiden Donald Trump mengatakan mereka menjatuhkan sanksi terhadap 52 individu dan entitas, antara lain:

Ahli bedah Pakistan Mukhtar Hamid Shah, yang dituduh menculik dan mengambil organ-organ tubuh para buruh miskin Mantan Presiden Gambia Yahya Jammeh, yang mundur Januari lalu setelah 22 tahun berkuasa Gulnara Karimova, putri mantan presiden Uzbekistan, yang oleh AS dituduh "memimpin sindikat kejahatan terorganisir yang kuat". Dia saat ini berada dalam tahanan Orang kaya Israel Dan Gertler, yang oleh AS dituduh mengumpulkan kekayaan melimpah melalui "pertambangan gelap dan korup serta perdagangan minyak tak sah di Republik Demokratik Kongo".

Sanksi-sanksi yang diterapkan antara lain berupa pencekalan, pembekukan aset individu dan entitas dan melarang warga AS melakukan bisnis dengan mereka.

Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengatakan bahwa langkah ini diambil untuk mengirim pesan bahwa ada "harga yang tinggi yang harus dibayar untuk kecurangan dan kejahatan mereka".

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.