Apakah tahun politik akan berdampak pada kinerja KPK?

Apakah tahun politik akan berdampak pada kinerja KPK?
Apakah tahun politik akan berdampak pada kinerja KPK?
KPK Hak atas foto AFP Image caption Setiap tahun KPK tidak hanya menyidik kasus korupsi baru, tapi juga menyelesaikan perkara yang tak kunjung tuntas pada tahun-tahun sebelumnya.

KPK memasuki 2018 dengan berbagai tunggakan kasus yang tidak selesai pada tahun sebelumnya, satu di antaranya perkara penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 2002 yang diduga merugikan negara triliunan rupiah.

Di sisi lain, pada tahun politik yang diwarnai ratusan pilkada dan tahapan pemilihan presiden dan anggota legislatif, jumlah perkara yang ditangani KPK berpotensi meningkat.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Esther Kaban, menyebut KPK perlu membenahi manajemen penanganan perkara supaya tunggakan perkara tidak terus bertambah setiap tahun.

"Tunggakan perkara sebenarnya adalah keniscayaan karena KPK tidak bisa menghentikan penyidikan dan harus mengusut kasus sampai pengadilan," ujarnya melalui sambungan telepon, Rabu (03/01).

Merujuk penelitian ICW pada 2014, Lalola menyebut tidak sedikit kepala daerah petahana terjerat perkara suap perizinan usai bertarung dalam pilkada untuk jabatan periode kedua.

Artinya, kata dia, selain tunggakan perkara, beban kerja KPK dapat melonjak akibat kasus-kasus baru pada tahun politik.

Hak atas foto DETIKCOM Image caption Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut lembaganya mencicil penuntasan kasus-kasus lama.

Bagaimanapun, kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, lembaganya terus berupaya menyelesaikan kasus yang selama bertahun-tahun tidak kunjung naik ke tingkat penuntutan.

"Sejak awal tahun lalu kami sudah menginventarisasi (tunggakan kasus). Satu per satu kami cicil pengembangan kasusnya," kata Saut kepada BBC Indonesia.

Tahun 2014, tunggakan perkara KPK di tingkat penyidikan mencapai 49 kasus. Adapun, sebanyak 41 tunggakan kasus dari tahun 2015 dikerjakan KPK pada tahun 2016.

Sementara itu, laporan kinerja tahun 2017 belum dipublikasikan KPK sehingga jumlah tunggakan perkara tahun lalu belum dapat diakses publik.

Terus bertambah

Selasa lalu, pada hari kerja formal pertama KPK pada 2018, penyidik memeriksa mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

KPK memeriksa Dorodjatun sebagai saksi untuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus BLBI, April 2017.

Sebelumnya, pada 28 Desember lalu, KPK memeriksa Boediono yang menjabat Menteri Keuangan saat Syafruddin mengeluarkan surat keterangan lunas untuk Bank Dagang Negara Indonesia.

Hak atas foto AFP Image caption Mantan Menteri Keuangan era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Boediono, diperiksa KPK akhir Desember 2017 dalam kasus BLBI.

Selain perkara yang telah berusia belasan tahun itu, terdapat pula beberapa kasus lain yang hingga saat ini 'jalan di tempat', salah satunya dugaan korupsi pembelian container crane di PT Pelindo II (Persero).

Perkara itu menjerat pimpinan Pelindo II, Richard Joost Lino, sejak Desember 2015. KPK setidaknya dua kali memaparkan penyebab kasus itu tidak kunjung tuntas, salah satunya kesulitan mengakses harga kontainer dari perusahaan asal Cina.

Saut mengakui, di luar tunggakan perkara, beban kerja KPK akan terus bertambah. Ia mengatakan nominal APBN yang meningkat setiap tahun tidak disertai hilangnya budaya korupsi.

"Perilaku transaksional di negara kita belum banyak berubah. Tinggal berharap pada upaya penindakan KPK saja," tuturnya.

Terkait beban kerja yang tinggi itu, Saut menyebut KPK harus segera merekrut banyak penyidik baru. "Saya cenderung mengatakan, sejauh mana sumber daya manusia di KPK bisa mengerjakan beban itu," kata Saut.

Hak atas foto AFP Image caption KPK menilai jumlah penyidik mereka terlalu sedikit untuk menindak beragam kasus korupsi di seluruh Indonesia.

Tahun 2016, personel KPK di Direktorat Penyidikan berjumlah 117 orang atau 10,41% dari total 1.124 orang yang bekerja di lembaga itu, termasuk lima pimpinan.

Jumlah penyidik KPK itu terus berubah, terutama jika penyidik pinjaman dari Polri dan Kejaksaan Agung dipanggil institusi asal mereka.

Lalola menilai penuntasan perkara di KPK bergantung pada manajemen internal. Keterbatasan penyidik menurutnya hanya satu dari sekian faktor yang mendukung sistem pengelolaan perkara itu.

"KPK butuh penyidik independen yang tidak berasal dari kejaksaan dan kepolisian. Jumlah penyidik memang bisa mempengaruhi jumlah perkara yang ditangani KPK," kata Lalola.

Politisasi perkara

Selain jumlah perkara yang berpotensi meningkat, Lalola menilai KPK juga rentan diserang secara politik pada 2018 dan 2019.

Lalola berkata, pada tahun yang sarat kepentingan politik, pimpinan KPK harus membebaskan lembaga mereka dari persoalan internal.

Menurutnya, penindakan yang dilakukan KPK berpotensi dipolitisasi jika kegaduhan seperti saat Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman mengkritik pimpinan komisi antikorupsi kembali terjadi.

"Kalau ada intrik di dalam, itu justru bisa menjadi batu sandungan tersendiri untuk KPK,"

Merujuk catatan 2014, KPK sempat diisukan tidak netral karena Abraham Samad dikabarkan mencari peluang maju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Samad kala itu menjabat Ketua KPK.

Hak atas foto AFP Image caption Ketua KPK periode 2011-2015, Abraham Samad, sempat dituding berniat menjadi peserta pilpres 2014.

KPK juga pernah diserang ketika menjadikan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali menjadi tersangka kasus korupsi anggaran haji, beberapa bulan sebelum pencoblosan pilpres 2014.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menuding penetapan tersangka Suryadharma menyebabkan kegagalan Prabowo Subianto memenangkan pilpres.

Saut Situmorang mengatakan, KPK tidak memiliki kepentingan politik apapun dalam setiap penyidikan kasus, termasuk untuk menguntungkan peserta pemilu tertentu.

"Lihat saja beberapa kasus belakangan ini, tidak peduli merah, kuning, biru, hijau, kalau kami punya bukti, kami tegas di kasus itu," kata Saut.

"Selama dapat membawa kasus itu ke meja hijau, kalau terbukti, kami tidak akan terpengaruh perkataan orang di luar lembaga kami," tambahnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.