'Super-gonore yang kebal belum dipastikan di Indonesia'

'Super-gonore yang kebal belum dipastikan di Indonesia'
'Super-gonore yang kebal belum dipastikan di Indonesia'
Neisseria gonorrhoeae, gonore Hak atas foto Science Photo Library Image caption Neisseria gonorrhoeae, spesies bakteri penyebab penyakit kelamin gonore, dalam pencitraan lewat Transmission Electron Micrograph (TEM).

Para ahli penyakit infeksi menular tidak dapat memastikan apakah super-gonore sudah ada di Indonesia, seperti yang dilaporkan satu media Inggris.

"Setahu saya, mengenai gonore superbug itu kita belum pernah melakukan suatu penelitian bagaimana obat-obat yang dianjurkan oleh WHO itu menjadi pegangan kita dan masih bisa semuanya kita pakai," demikian dikatakan Profesor Dr. Sjaiful Fahmi Daili, guru besar spesialis kulit dan kelamin dari Universitas Indonesia.

"Hingga sekarang obat-obat ini masih mampu untuk membunuh Neisseria Gonorrhoeae."

Tetapi Prof Sjaiful -dalam wawancara dengan BBC Indonesia- mengakui bahwa Indonesia memang belum melakukan uji coba kekebalan secara teratur.

"Untuk Neisseria Gonorrhoeae seharusnya setiap tahun diadakan uji coba atau suatu penelitian terhadap resistensi obat-obat yang sering kita pakai. Sayangnya di Indonesia hal tersebut tidak bisa kita lakukan karena dananya juga cukup besar," jelasnya.

Sejumlah media Inggris melaporkan adanya bakteri Neisseria Gonorrhoeae yang kebal terhadap antibiotika yang penggunaannya dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pimpinan Asosiasi Kesehatan Seksual dan HIV Inggris, Olwen Williams, mengatakan sudah melihat sejumlah laporan di media sosial yang menyatakan seorang dokter di Australia merawat kasus sejenis 'super-gonore' yang berasal dari Bali, demikian dilaporkan harian Inggris The Telegraph.

Hak atas foto Getty Creative Image caption Penyebaran penyakit seperti gonore dapat dicegah lewat pemakaian kondom dan mengkonsumsi obat berdasar resep dokter.Super-gonore

Badan eksekutif kesehatan Inggris, Public Health England atau PHE, pada Kamis (29/03) lewat situsnya memastikan adanya bakteri Neisseria Gonorrhoeae yang kebal kombinasi obat seperti yang dianjurkan WHO.

"Isolasi Neisseria Gonorrhoeae yang kebal kombinasi obat telah dipastikan Laboratorium Rujukan PHE sebagai kebal terhadap terapi kelompok pertama ganda. Hasil isolasi tersebut mengandung 0,5 mg/L ceftriaxone MIC dan lebih besar 256 mg/l Azithromycin MIC (high-level azithromycin resistant, HLAziR)."

"Ini adalah laporan global pertama HLAziR N. gonorrhoeae yang juga kebal terhadap ceftriaxone," demikian disebutkan PHE.

Seorang pria di Inggris diketahui menderita kasus pertama super-gonore di dunia setelah melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan di Asia Tenggara awal tahun ini.

Di Indonesia sendiri sejumlah obat tetap dipakai dan masih dipandang masih efektif dalam mengatasi penyakit kelamin ini karena masih berada dalam rentang aman.

"Kalau resistennya sudah 90% itu memang sudah kita anggap, yah bahwa itu memang sudah mulai resisten, jadi jangan dipakai lagi. Sedangkan ceftriaxone masih di bawah dari 20%, yaitu 10%. Jadi masih ada obat yang bisa untuk dipakai," kata Prof Sjaiful, yang juga aktif sebagai penasehat di Kelompok Studi Infeksi Menular Indonesia.

Obat dan kondom

Tetapi sejumlah kelompok masyarakat memang dipandang rentan terkena penyakit ini, salah satunya adalah para pekerja seks komersial, homoseksual, dan transgender.

"Risiko tinggi misalnya, terutama sekali pada golongan wanita pekerja seks, tunasusila, kemudian laki-laki, sesama laki-laki, transgender. Itu terjadi peningkatan. Sekarang tidak setinggi yang dulu lagi. Apakah mungkin ini disebabkan karena mereka lebih gampang mendapatkan obat itu?" tutur Prof Sjaiful.

Jadi apa yang bisa dilakukan untuk menghindari Neisseria Gonorrhoeae, termasuk kemungkinan adanya super-gonore di Indonesia?

"Jangan mengobati diri sendiri, apalagi dengan memilih obat-obat yang bisa dibeli tanpa resep dokter. Kalau memang harus melakukan hubungan harus pakai pengaman, " demikian anjuran Profesor Dr. Sjaiful Fahmi Daili.

BBC Indonesia sudah menghubungi Departemen Kesehatan Indonesia dan mengirimkan beberapa pertanyaan namun hingga berita ini diterbitkan belum mendapat tanggapan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.