Jembatan ambruk di Jatim: 'Ada indikasi pembiaran oleh pemerintah'

Jembatan ambruk di Jatim: 'Ada indikasi pembiaran oleh pemerintah'
Jembatan ambruk di Jatim: 'Ada indikasi pembiaran oleh pemerintah'
Lamongan Hak atas foto Eko Sujarwo/Detik.com Image caption Jembatan Babat-Widang yang ambruk sudah berusia 40 tahun.

Pemerintah Indonesia akan melakukan audit jembatan menyusul ambruknya jembatan yang menghubungkan Lamongan dan Tuban di Jawa Timur, yang menyebabkan jatuhnya seorang korban jiwa.

Seruan audit itu sebelumnya dikeluarkan beberapa kalangan, terutama untuk jembatan yang berusia lebih dari 25 tahun, mengingat volume kendaraan yang akan meningkat tajam seiring dengan datangnya musim mudik Lebaran.

Guru Besar Manajemen Konstruksi dari Universitas Pelita Harapan di Jakarta, Manlian Ronald Simanjuntak, memandang jembatan yang berusia sekitar 40 tahun dianggap tak lagi mampu menahan beban sirkulasi kendaraan yang melintas.

"Sekarang saatnya, sudah tidak bisa ditunda lagi, pemerintah bersama masyarakat harus melakukan evaluasi, mapping jembatan-jembatan yang sudah berumur lebih dari 20-25 tahun," ujar Manlian kepada BBC Indonesia, Rabu (18/04).

Kecelakaan konstruksi terulang lagi, pengamat sebut ada 'kegagalan manajemen' Marak kecelakaan proyek infrastruktur, apakah pemerintah tergesa-gesa demi 2019? Tanjakan Emen dan titik maut lain: 'arwah penunggu' atau faktor manusia?

Menindaklanjuti ambruknya Jembatan Cincin Lama atau dikenal Jembatan Babat-Widang yang menghubungkan Kabupaten Lamongan dan Tuban, pada Selasa (17/04) lalu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, menjelaskan pemerintah sudah menugasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk melakukan audit jembatan lama.

"Hasil evaluasi, kesepakatan kita juga, diminta kepada PUPR, dengan kejadian itu diharapkan untuk jembatan-jembatan yang sudah lama dilakukan semacam audit," jelas Budi

Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto, mengamini hal tersebut dan menambahkan selain melakukan 'pemeriksaan kesehatan', pemerintah juga akan menerapkan kebijakan baru bagi truk-truk kelebihan beban.

Hak atas foto Kementerian Perhubungan Image caption Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, meninjau lokasi kecelakaan di jembatan Babat Wadang di Tuban, Jawa Timur, Selasa (17/04).

Sebelumnya, pemerintah hanya mengenakan denda bagi truk melintas jembatan yang melebihi beban. Kemudian, truk itu dibiarkan saja melintas.

"Itu merusak kekerasan jalan maupun jembatan sangat parah. Jadi itu akan diubah, yang kami dorong adalah jangan didenda, kalau kelebihan ya nggak boleh jalan, atau dia kalau mau jalan harus diturunkan kelebihan bebannya," tegas Arie.

Kelebihan beban

Tiga truk dan satu motor terjun ke Sungai Bengawan Solo akibat robohnya jembatan Babat Widang di Tuban, Jawa Timur pada Selasa (17/04) siang, dengan korban jiwa dipastikan seorang.

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, menjelaskan hingga Rabu (18/04) aparat masih berupaya mengevakuasi truk bermuatan pasir dan batubara yang jatuh ke dalam sungai.

"Jadi bebannya per kendaraan mungkin bisa sekitar 30-40 ton. Kalau bertiga ngumpul semua [beban] sekitar lebih dari 100 ton," katanya.

Hak atas foto BPBD Tuban Image caption Ketika dibangun awal 1970-an, Jembatan Babat Widang dirancang untuk menampung beban sekitar 30-40 ton.

Padahal, ketika dibangun pada awal 1970-an, jembatan ini hanya mampu menampung beban sekitar 30-40 ton.

Dan Manlian Ronald Simanjuntak menegaskan dengan jumlah kendaraan melintas yang jauh lebih banyak ketimbang saat jembatan dibuat -apalagi jembatan menjadi satu-satunya akses Tuban-Lamongan di jalur Pantai Utara Jawa -semestinya pemerintah merehabilitasinya sejak dulu kala.

"Jadi logika sederhana, harusnya jembatan sudah harus diganti, tidak lagi bisa dioptimalkan karena bentang, kemampuan struktur, elemen struktur sudah tidak mungkin, " tegas Manlian.

Ada ‘ketergesa-gesaan’ dalam proyek infrastruktur Indonesia Indonesia butuh Rp5.300 triliun untuk proyek infrastruktur

Berdasarkan laporan dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, jembatan ini pernah mengalami kerusakan pada akhir Oktober 2017.

Saat itu, baut penghubung badan cross girder lepas atau hilang sebanyak lima buah tiap sisi. Kemudian akibat getaran yang terjadi pada jembatan, pelat penyambung flens cross girder bagian bawah terjadi patah/putus.

Putusnya pelat penyambung flens cross girder bagian bawah mengakibatkan pelat penyambung flens bagian atas melengkung karena struktur yang dipikul cross girder drop ke bawah.

Pembiaran pemerintah?

Lebih jauh, Manlian menganggap pemerintah abai lantaran tak melakukan perawatan yang semestinya terhadap jembatan yang sudah berumur ini.

"Kalau memang terindikasi sudah tidak mampu lagi menahan beban, sudah semestinya diganti. Pengalaman dari jembatan Lamongan-Tuban ini seharusnya sudah ada sikap tegas, tapi ini bisa jadi indikasi pembiaran," tegas dia.

Tudingan pembiaran ditampik oleh Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi Moerwanto, yang menegaskan pihaknya selalu melakukan evaluasi berkala dua kali setiap tahun untuk memastikan kondisi laiknya jembatan itu.

Hak atas foto Eko Sujarwo/Detik.com Image caption Tiga truk dan satu motor terjun ke Sungai Bengawan Solo akibat ambruknya jembatan.

"Secara umum itu dilakukan pada awal musim hujan dan setelah musim penghujan karena biasanya kerusakan yagn terjadi adalah bangunan bawah jembatan akibat gerusan sungai dan perubahan morfologi sungai," ujar dia.

"Selain itu, kondisi-kondisi khusus seperti menjelang mudik, natal dan tahun baru kita juga melakukan evaluasi lagi."

Sementara Budi Setiyadi dari Kementrian Perhubungan menambahkan jembatan ini seyogyanya masuk ke dalam jembatan-jembatan yang akan direhabilitasi pemerintah.

"Sebetulnya jembatan sudah dalam proses kontrak, sudah mau diperbaiki. Kontraknya sudah, tapi belum dimulai, ternyata sudah rusak duluan," akunya.

Mudik Terganggu?

Seperti diketahui, jembatan yang ambruk ini merupakan satu-satunya akses Tuban-Lamongan di jalur Pantai Utara Jawa dan bila perbaikan tak selesai hingga menjelang Lebaran, arus mudik dan balik dipastikan terganggu.

Kendati begitu, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, memastikan arus mudik dan balik tak akan terganggu karena pemerintah sudah menyiapkan langkah-langkah manajemen lalu lintas.

Setelah evakuasi, Kementerian PUPR melakukan penanganan dengan membangun jembatan baru yang ditargetkan selesai dalam waktu 1,5 bulan mendatang.

"Jadi sebelum lebaran ini dijamin dari PUPR sudah digunakan," kata Budi.

Hak atas foto BPBD Tuban Image caption Setelah evakuasi, Kementerian PUPR melakukan penanganan dengan membangun jembatan baru yang ditargetkan selesai dalam waktu 1,5 bulan mendatang.

Jembatan baru nantinya hanya difungsikan untuk mobil berukuran kecil sementara kendaraan dari Surabaya yang akan ke Tuban, dialihkan melalui jalur lain.

"Untuk rekayasa lalu lintas, mobil, truk dan bus dari Surabaya kita lewatkan dari pintu tol Manyaran ke Paciran, Brondong Tuban. Sementara kendaraan dari Tuban, diarahkan melalui Brondong, Paciran lalu ke Surabaya," jelas Budi.

Pada tahun 2012 lalu, Kementerian PUPR pernah melakukan audit teknis terhadap jembatan di jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) dengan hasil yang memperlihatkan empat jembatan dalam kondisi kritis dan ratusan memerlukan rehabilitasi.

Semestinya hasil audit teknis sudah ditindaklanjuti oleh pemerintah namun hingga menelan korban, upaya itu belum dilakukan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.