Percepatan sertifikasi tanah Jokowi, kritik Amien Rais dan betulkah PTSL gratis?
Program percepatan penerbitan sertifikat tanah oleh Presiden Jokowi dengan tambahan sembilan juta sertifikat di masa akhir jabatannya, menurut seorang pegiat pertanahan seharusnya dilanjutkan pula dengan program pendistribusian tanah kepada petani atau dulu disebut land reform.
Apabila program reforma agraria ini segera dilakukan pemerintahan Joko Widodo, menurut Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria, Dewi Kartika, hal itu akan mampu mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi dan konflik pertanahan di Indonesia.
"Tidak cuma mendaftarkan tanah-tanah yang sudah bersertifikat, tetapi termasuk tanah-tanah yang belum bersertifikat yang selama ini pengakuan masyarakat, petani, masyarakat adat, belum diafirmasi oleh pemerintah," kata Dewi Sartika kepada BBC Indonesia, Senin (26/03).
Karena itulah, lanjutnya, setelah pendaftaran tanah selesai, pemerintah semestinya melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya ketimpangan, tumpang tindih klaim dan konflik atas tanah, ditata ulang, baru kemudian dilegalkan dan diakui haknya serta diterbitkan sertifikatnya.
Hak atas foto Konsorsium Pembaruan Agraria Image caption Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria, Dewi Kartika, meminta program percepatan sertifikat ditindaklanjuti dengan program reforma agraria."Jadi PTSL (percepatan proses sertifikasi tanah) akan menjadi instrumen pelengkap atau tahap akhir dari reforma agraria," tandas Dewi.
Apabila sudah memenuhi kriteria reforma agraria, lanjutnya, pemerintah harus menyiapkan program lanjutan. "Yaitu program pendukung setelah tanah itu didistribusikan dan pasca sertifikat tanah itu diberikan kepada penerima manfaat reforma agraria," paparnya.
Dia kemudian mencontohkan, bisa berupa modal, pendidikan, bibit, pembangunan infrastruktur dan fasilitas sosial yang memudahkan petani. "Jadi, kalau hanya bagi-bagi sertifikat, itulah tidak bisa disebut otomatis reforma agraria."
Dihubungi secara terpisah, Kepala bagian humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Horison Mocodompis, mengatakan pihaknya sudah melaksanakan reforma agraria secara berbarengan dengan PTSL.
Hak atas foto Getty/Agung Parameswara Image caption Apabila program reforma agraria ini dilakukan pemerintah, Konsorsium Pembaharuan Agraria meyakini hal itu akan mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi dan konflik pertanahan di Indonesia."PTSL itu merupakan bagian reformas agraria. Lihat saja di RPJM, di mana semuanya prioritas, dan kami melaksanakannya secara simultan," kata Horison saat dihubungi BBC Indonesia melalui sambungan telepon, Senin (26/03).
Dengan melakukan reforma agraria, lanjutnya, pihaknya otomatis melakukan PTSL sekaligus melakukan land reform atau redistribusi tanah.
"Jadi, program redistribusi tanah tetap jalan dan ada targetnya," tandasnya.
Hak atas foto Detikcom/Danu Damarjati Image caption Sekelompok warga di Jawa Barat menunjukkan sertifikat tanahnya setelah Presiden Jokowi secara simbolis membagikannya.Dikutip dari artikel yang ditulis Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden (KPA), Eko Sulistyo, di situs resmi KPA, realisasi fisik pensertifikatan redistribusi tanah tahun anggaran 2015 sampai dengan Agustus 2017 sejumlah 245.097 bidang.
Mengutip Buku Realisasi Kegiatan Legalisasi Aset dan Redristribusi Tanah Tahun 2015-2017 dari BPN, sampai Agustus 2017, pemerintah sudah menyerahkan 2.889.993 sertifikat tanah.
Tetapi sebetulnya mengapa pemerintah menempuh percepatan proses sertifikasi tanah atau resminya disebut pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL)? Dan mengapa menimbulkan pro-kontra sehingga dikritik politikus Amien Rais? Berikut penjelasannya:
Amien rais sebut 'bagi-bagi sertifikat sebagai kebohongan'Ambisi Presiden Joko Widodo agar seluruh bidang tanah di Indonesia sudah terdaftar atau bersertifikat pada 2025, sempat menuai kontroversi, utamanya saat politikus Amien Rais menyebutnya sebagai "kebohongan".
"Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektar, tetapi ketika 74% negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?" kata Amien Rais di sebuah acara diskusi di Bandung, Minggu (18/03).
Hak atas foto Getty Images Image caption Ambisi Presiden Jokowi agar seluruh bidang tanah di Indonesia sudah terdaftar pada 2025, sempat menuai kontroversi, utamanya saat politikus Amien Rais menyebutnya sebagai "kebohongan".Tudingan ini telah dibantah langsung oleh Presiden Joko Widodo, tetapi sempat menimbulkan tanggapan keras dari Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan.
"Dari dulu juga sertifikat itu dilakuin, tetapi prosesnya panjang, lama, dan sedikit. Sekarang prosesnya cepat dan banyak. Salahnya di mana? Jadi asbun (asal bunyi) aja," kata Luhut.
Dia meminta agar Amien Rais "jangan banyak bicara". "Saya pikir, kita enggak boleh asal ngomong, apalagi udah senior-senior. Dia kan 70 tahun, saya juga 71 tahun," kata Luhut.
Kubu Amien Rais kemudian balik mengkritik langkah Luhut. Wakil Ketua Umum PAN Taufik Kurniawan mengatakan sebaiknya Luhut tidak tersinggung dengan kritik Amien Rais tersebut.
"Menurut saya enggak usah terlalu baper ya, enggak usah terlalu kemudian saling mengancam," tegasnya.
Perbedaan PTSL dan sertifikasi tanah per orangan
Target Presiden Jokowi untuk operasi nasional agraria, atau Prona, bagi kalangan tidak mampu dan menengah, yang sebagian dibiayai dari APBN, diharapkan agar seluruh bidang tanah di Indonesia sudah terdaftar atau bersertifikat pada 2025.
Melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), Kementerian Agaria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditugasi mempercepat proses sertifikasi tanah secara nasional.
Hak atas foto presidenri.go.id Image caption Melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL), Kementerian Agaria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditugasi mempercepat proses sertifikasi tanah secara nasional."Kita punya kurang-lebih 126 juta bidang tanah yang harus didaftarkan. Sampai posisi 2017, kita baru mendaftarkan 51 juta. Kalau posisi 2016, 46 juta," ungkap Kepala bagian humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Horison Mocodompis.
"Nah sisanya sekitar 76 juta, itu yang harus dilakukan percepatan," kata Horison.
Berbeda dengan sistem PTSL, proses sertifikasi yang dilakukan orang per orang atau pribadi akan memakan waktu yang lebih lama. "Itu dia melakukan upaya sendiri untuk melakukan konfirmasi, validasi, itu 'kan membutuhkan waktu," ujarnya.
"Dengan PTSL, itu berjalan sistematis. Karena dia disisir (oleh aparatur desa) di satu desa itu secara lengkap. Kalau semua pihak mengetahui, terkoordinasi (dengan pemda), maka proses yang membutuhkan waktu itu bisa dipangkas," papar Horison
Apakah PTSL gratis?Program PTSL dilakukan secara serentak di Indonesia dan diberikan kepada masyarakat dengan golongan ekonomi lemah hingga menengah, utamanya mereka yang memiliki penghasilan tidak tetap.
Hak atas foto setkab.go.id Image caption Program PTSL dilakukan secara serentak di Indonesia dan diberikan kepada masyarakat dengan golongan ekonomi lemah hingga menengah."Gratis itu istilah lain subsidi pemerintah," ungkap Horison, kepala bagian humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Menurutnya, biayanya ada, tetapi disubsidi pemerintah antara lain melalui APBN.
"Biaya pengukuran, pendaftaran, biaya pemeriksaan tanah itu disubsidi oleh negara. Makanya masyarakat mengistilahkan dengan gratis," jelasnya.
Adapun biaya yang berkaitan dengan, misalnya, alat bukti perolehan, patok batas, meterai dan BPHTB/PPh menjadi tanggung jawab peserta.
Sejumlah laporan menyebutkan, salah-satu kendala di balik program PTSL ini adalah biaya, karena tidak semua dibiayai dari APBN, tetapi juga dari APBD, investor melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) dan lain-lain
Apa syarat yuridis agar sertifikat bisa diterbitkan?Dalam PTSL, sebelum diterbitkan sertifikat, status yuridis sebuah bidang tanah dapat dikelompokkan menjadi K1, K2, K3 dan K4, kata Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan A. Djalil, Jum'at (23/03).
Menurutnya, K1 artinya tanah tersebut statusnya clean dan clear sehingga dapat diterbitkan sertifkat. Adapun K2 artinya status tanah tersebut sengketa sehingga hanya dicatat dalam buku tanah.
Sementara K3 artinya status subyek tanahnya belum memenuhi syarat sehingga hanya dicatat dalam daftar tanah, dan K4 artinya tanah tersebut sudah memiliki sertifikat namun perlu perbaikan informasi pada peta.
"Hanya untuk kriteria K1 saja yang bisa diterbitkan sertifikatnya. Apabila nanti status tanah yang masih K2, K3, K4 sudah dapat terpenuhi syaratnya, sertifikatnya bisa kita berikan," papar Sofyan.
Post a Comment