Menguji Konsistensi XL Membangun Pasar di Luar Jawa
Jakarta, Selular.ID – Dengan gelontoran dana miliaran dollar, Smartfren menjadi operator paling agresif sepanjang 2016. Merujuk pada kajian yang dikeluarkan OpenSignal, Smartfren dinobatkan sebagai operator dengan jangkauan 4G terluas di Indonesia pada tahun itu.
Meski terkesan berjudi karena belum pernah mencetak keuntungan, Smartfren menyadari, hanya dengan memperluas coverage terutama BTS 4G, perusahaan akan bisa bersaing dengan operator lainnya, terutama The Big Three (Telkomsel, XL, dan Indosat Ooredoo), khususnya dalam menjaring pengguna data yang semakin meningkat.
Baca juga: Smartfren Geber Pembangunan BTS 4G
Tentu saja, gelontoran dana yang membuat coverage 4G Smartfren meluas ke berbagai wilayah di Indonesia, membuat operator lain tak lagi memandang sebelah mata. Apalagi, Smartfren punya competitive advantage lain, yakni frekwensi selebar 30 Mhz di 2.3 Ghz.
Namun, entah kenapa memasuki 2017, laju Smartfren tertahan. Alih-alih menggelontorkan lebih banyak lagi belanja modal (capex), operator yang bermarkas di jalan Sabang, Jakarta ini, lebih memilih untuk melakukan konsolidasi.
Mandeknya Smartfren dimanfaatkan oleh XL Axiata untuk mengejar Telkomsel. Gagalnya program network sharing yang digagas oleh Kominfo, tak membuat anak perusahaan Axiata Group itu patah arang.
Malahan sepanjang tahun lalu, anak perusahaan Axiata Group itu bagaikan mesin yang tak berhenti membangun BTS, khususnya BTS 4G. Hebatnya, fokus mereka bukan lagi di Pulau Jawa yang sudah penuh sesak.
Baca juga: XL Serius Garap Pasar Luar Jawa
Tercatat, pembangunan jaringan di luar wilayah Pulau Jawa yang dilakukan XL pada 2017 meningkat 59% dibandingkan tahun sebelumnya, yakni mencapai 16.986 BTS. Sepanjang 2016 hanya memiliki total 10.700 BTS.
Dengan mesin yang terus bergerak, saat ini jaringan 4G LTE XL Axiata telah menjangkau 360 kota/kabupaten di berbagai wilayah di Indonesia, ditopang oleh lebih dari 17.000 BTS 4G dan hampir 46.000 BTS 3G. Secara total, jumlah BTS XL Axiata hingga akhir 2017 tercatat sebanyak 101.094 BTS, naik 20% YoY.
Keseriusan XL membangun jaringan data khususnya 4G, membuat jumlah pelanggan semakin meningkat. Tercatat sebanyak 72% dari total pelanggan atau sebanyak 38,3 juta pelanggan telah menggunakan smartphone.
Angka ini meningkat 32% dari capaian tahun lalu seiring dengan terus semakin baiknya kualitas layanan data dan pembangunan jaringan data. Hingga akhir tahun 2017, jumlah pelanggan yang aktif mengkonsumsi layanan data juga telah mencapai 73%.
Secara keseluruhan hingga akhir 2017, jumlah pelanggan XL Axiata mencapai 53,5 juta pelanggan, dengan jumlah pelanggan yang aktif mengkonsumsi layanan data juga telah mencapai 73%.
Sedikit PemainDirut XL Axiata Dian Siswarini, menyebutkan bahwa pembangunan jaringan data di luar Jawa, bertujuan untuk mendorong dua hal penting, yakni meningkatkan kualitas layanan dan juga perluasan wilayah layanan.
Perluasan jaringan juga tak bisa dilepaskan dari potensi revenue dari wilayah luar pulau jawa sangat besar. Hal ini dikarenakan demand-nya cukup tinggi tetapi layanan yang tersedia masih terbatas.
“Permintaan sangat tinggi namun layanan yang disediakan operator tidak banyak. Apalagi tarif data yang ada saat ini di luar Jawa lebih tinggi dari tarif data yang ditawarkan di Jawa,” jelas Dian.
Baca juga: Sepanjang 2017 Layanan Data XL Naik 148%
Memang pertumbuhan revenue dari luar wilayah Jawa cukup memikat. Pada 2017 mencapai angka 49% jika dibandingkan 2016 lalu.
Dian mengatakan, bahwa kompetisi selular di Pulau Jawa sudah “crowded” dengan ada lima pemain. Hal ini tentu membuat ruang pertumbuhan menjadi sangat terbatas.
“Di Pulau Jawa sudah terlalu banyak yang main. Kalau di luar Jawa, lawannya cuma satu. Jadi berebut kuenya lebih gampang,” katanya.
Dian yang kini memilih berhijab, menambahkan selain memperluas jangkauan di luar Pulau Jawa, untuk daerah perkotaan yang padat, pihaknya akan memperkuat layanan 4,5G. Sehingga layanan XL menjangkau semua segmen.
Untuk terus mempertahankan momentum, Dian mengungkapkan bahwa XL akan tetap mengalokasikan 60% dari capex sebesar Rp 7 triliun pada 2018 untuk pembangunan di luar Jawa.
Agresifitas XL memperluas jaringan 4G di luar Jawa, juga tercermin dari keseriusan melahap proyek Universal Service Obligation (USO) yang ditawarkan pemerintah untuk membangun remote area.
Hingga awal 2018, XL sudah menyelesaikan 40 site di empat provinsi yang ditugaskan pemerintah. Salah satunya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di provinsi ini terdapat 6 lokasi BTS program USO yang dijalankan oleh XL, masing-masing di Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Bima.
Tidak BerimbangKebijakan manajemen XL Axiata yang kini fokus memperkuat jaringan ke wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa, tentu saja harus diapresiasi. Pasalnya, di era kepemimpinan Hasnul Suhaimi, XL mengambil kebijakan berbeda. Operator yang identik dengan warna biru malah keluar dari wilayah Indonesia Timur.
Salah satunya menghentikan operasional sebanyak 70 BTS di sejumlah daerah seperti Ambon, Maluku dan Banda Naira pada akhir 2013. Alasannya karena terus memicu kerugian hingga puluhan juta rupiah per BTS setiap bulannya.
Namun, mundurnya XL harus dibayar mahal. Sebagai market leader, Telkomsel semakin “merajalela”. Dampaknya, struktur pasar pasar selular di luar pulau Jawa semakin tidak berimbang. Saat ini Telkomsel menjadi sangat dominan. Anak perusahaan Telkom itu menguasai 80 persen pangsa pasar di luar Jawa.
Alhasil, masyarakat di luar Jawa tidak mempunyai pilihan lain dalam memilih operator selain Telkomsel. Meski harga yang diterima pelanggan, tujuh kali lebih tinggi dibanding wilayah lainnya.
Menurut Kristiono, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), sebenarnya persaingan antar operator di Indonesia bersifat terbuka dan ditentukan melalui mekanisme pasar. Penguasaan Telkomsel yang dominan, khususnya di luar Jawa lebih disebabkan karena konsistensi mereka membangun hingga ke pelosok.
“Kalau Telkomsel mampu menguasai pasar Indonesia, khususnya di luar Jawa, itu karena semata-mata faktor agresivitas. Hal ini berkebalikan dengan operator lain yang kebanyakan memilih fokus hanya di Pulau Jawa. Akibatnya secara overall market share menjadi tidak berimbang,” ungkapnya.
Kristiono menambahkan, ketidakseimbangan pasar ini dikarenakan ulah operator sendiri yang melalaikan kewajiban membangunnya sesuai modern licensing yang mereka peroleh dan sudah dijanjikan.
Seharusnya ketentuan tersebut dipenuhi oleh operator sehingga terjadi keseimbangan pasar dan akhirnya konsumen yang diuntungkan dengan adanya kualitas yang baik dan harga yang kompetitif.
Untuk itu, agar tak semakin ketinggalan, Kristiono menegaskan, operator lain harus segera berbenah diri dan berani melakukan ekspansi ke luar Jawa, yang sesungguhnya masih sangat prospektif.
Sejauh ini, dalam setahun terakhir, XL sudah membuktikan penggelaran jaringan hingga meluas ke wilayah-wilayah di lua Jawa. Kini yang dibutuhkan adalah konsistensi dari kebijakan yang sudah dirintis oleh Dian Siswarini.
Nah, siapkah Bu Dian?
Post a Comment