Sebulan setelah serangan gereja St Lidwina Yogyakarta: altar dicat kuning, dihiasi pot bunga, juga kamera pengawas

Sebulan setelah serangan gereja St Lidwina Yogyakarta: altar dicat kuning, dihiasi pot bunga, juga kamera pengawas
Sebulan setelah serangan gereja St Lidwina Yogyakarta: altar dicat kuning, dihiasi pot bunga, juga kamera pengawas
gereja lidwina Hak atas foto Furqon Ulya Himawan Image caption Minggu (11/03) pagi, suasana di dalam dan di luar gereja Santa Lidwina sungguh berbeda. Rasa takut, panik tidak terlihat di wajah para jamaah yang hendak mengikuti ibadah misa.

Hari Minggu (11/03) ini, persis sebulan lalu, seorang pria bersenjata pedang menyerang gereja Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta, dan melukai seorang pastur dan sejumlah jamaah ketika berlangsung ibadah misa.

Pelaku serangan, seorang pria kelahiran 1995 akhirnya berhasil dilumpuhkan, walaupun insiden ini sempat menimbulkan kekacauan, kepanikan, serta ketakutan di sejumlah jamaah gereja - saat itu.

Namun sebulan kemudian, Minggu (11/03) pagi, suasana di dalam dan di luar gereja Santa Lidwina sungguh berbeda. Rasa takut, panik tidak terlihat di wajah para jamaah yang hendak mengikuti ibadah misa.

"Nyaman, Puji Tuhan. Saya tidak takut..." Anita Agustina, salah satu jamaah ibadah misa, terlihat berseri saat memasuki halaman gereja.

Sambil melangkah ke dalam ruangan gereja, Anita mengaku tidak ada rasa takut. "Suasananya sudah biasa saja," akunya. Suasana serupa juga terlihat di wajah para jamaah yang terdiri orang tua, remaja dan anak-anak.

Hak atas foto Furqon Ulya Himawan Image caption Untuk pengamanan, pihak gereja bekerjasama dengan Polsek Gamping, Sleman, DIY. Setiap acara peribadatan, ada setidaknya empat anggota polisi yang berjaga di luar dan di dalam bangunan ibadat itu.

Misa pada Minggu (11/03) pagi dipimpin oleh Romo Karl Edmund Prier SJ, pastur yang menjadi korban penyerangan sebulan lalu. Dia sempat dirawat di rumah sakit akibat luka di kepalanya.

Dicat warna kuning keemasan

Yohanes Matius Sukatno, Ketua Gereja Santa Lidwina, mengaku telah membuat sejumlah langkah agar jamaahnya merasa nyaman dan tidak takut untuk datang beribadah di gereja. Misalnya, menempatkan pot-pot yang berisi bunga di depan gereja, misalnya.

"Itu untuk membuat nyaman dan tidak merasa trauma," katanya kepada wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan, untuk BBC Indonesia..

Selain menempatkan bunga, pengurus gereja juga mengubah warna di ruangan dalam gereja, yakni dengan sedikit sentuhan cat warna kuning keemasan. "Jadi ada suasana baru yang menyenangkan," imbuhnya.

Hak atas foto Furqon Ulya Himawan Image caption Selain menempatkan bunga, pengurus gereja juga mengubah warna di ruangan dalam gereja, yakni dengan sedikit sentuhan cat warna kuning keemasan.

Untuk pengamanan, pihak gereja bekerjasama dengan Polsek Gamping, Sleman, DIY. Setiap acara peribadatan, ada setidaknya empat anggota polisi yang berjaga di luar dan di dalam bangunan ibadat itu.

Pengurus gereja juga telah memasang CCTV di sejumlah sudut gereja. Hal itu, menurut Sukatno untuk menambah rasa aman dan nyaman bagi jamaah beriabdah di gereja. "Nantinya kita merencanakan membangun pos keamanan," imbuhnya.

Kisah Romo Prier

Mengenakan topi warna gelap dan kemeja batik, Romo Karl Edmund Prier SJ, pastor yang menjadi korban penyerangan Gereja Santa Lidwina, pagi itu banyak mengumbar senyum.

Dia mengaku kondisinya kini jauh membaik dan kembali menekuni aktivitasnya sebagai pengajar musik liturgi gereja yang inkulturatif di Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta. Sesekali dia juga membantu memimpin misa di sejumlah gereja.

"Tugas pokok saya adalah di musik," ungkapnya Romo Prier.

Hak atas foto Furqon Ulya Himawan Image caption Romo Prier adalah salah satu korban penyerangan Gereja Santa Lidwina, Bedog, Trihanggo, Gamping, Sleman, DIY, sebulan lalu.

Romo Prier adalah salah satu korban penyerangan Gereja Santa Lidwina, Bedog, Trihanggo, Gamping, Sleman, DIY, sebulan lalu.

Ketika itu, Romo Prier sedang memimpin Misa bersama ratusan jamaahnya. Tiba-tiba seorang lelaki - yang kemudian diketahui bernama Suliyono - membawa pedang, dan mengacaukan acara ibadah misa.

Dengan menghunus pedang, dia merusak beberapa patung di ruangan gereja, dan membuat takut para jamaah yang sebagian besar memilih berhamburan keluar gereja.

Tapi Romo Prier pagi itu tetap bergeming di atas altar - tempatnya memimpin misa. "Karena saya merasa memimpin misa, jadi saya tanggungjawab kepada umat," ujarnya.

Hak atas foto POLDA DIY YOGYAKARTA Image caption Dengan menghunus pedang, pelaku merusak beberapa patung di ruangan gereja, dan membuat takut para jamaah yang sebagian besar memilih berhamburan keluar gereja.

Saat itu, pria asal Jerman dan masuk ke di Indonesia pada 1964 ini, hanya ingat ajaran Injil yang mengatakan, kalau serigala datang, gembala tidak boleh lari.

Karena gembala yang baik meski hadir dan melindungi domba-dombanya dari ancaman serigala, katanya. Dan gembala yang jelek adalah yang berlari meninggalkan dombanya.

"Saya tetap di situ mengalihkan perhatiannya kepada saya. Jangan memukul umat, tapi pukul saya saja. Itu alasan utama," ujarnya.

Romo Prier berhasil mengalihkan perhatian. Perhatian Suliyono tertuju kepada Romo Prier. Suliyono mendekatinya dengan mengayunkan pedangnya dan maju naik ke altar lalu menyabetkan pedang sehingga melukai punggung dan kepala bagian belakang.

"Akhirnya dia maju (naik) ke atas altar. Saya tetap tidak mau lari. Pertama saya dipukul (disabet dengan pedang) di sini (menunjuk bagian punggung belakang) dua kali, lalu ketiganya di sini (menunjuk kepala bagian belakang). Lalu saya memegang kepala, ternyata berdarah," ceritanya.

Memaafkan Penyerang

Akibat lukanya, Romo Prier sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih selama lima hari.

Hak atas foto KOMPAS/ WIJAYA KUSUMA Image caption Suasana di teras depan gereja Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta, tidak lama setelah seorang pria menyerang dan melukai seorang pastur dan sejumlah jamaah.

Meski Suliyono telah menyerangnya dengan pedang, dia mengaku tidak dendam, bahkan telah memaafkannya dan berharap suatu saat bisa bertemu sang penyerang.

"Awalnya saya pikir kalau dia di rumah sakit dekat Jogja, saya mau mengunjungi, mau omong-omong. Tapi sayang pada hari berikutnya dia langsung dibawa ke Jakarta," katanya.

Romo Prier mengaku akan menanyakan apa yang sebenarnya Suliyono pikirkan ketika maju mengayunkan pedang dan menyerangnya.

Sebaliknya, Romo Prier akan menceritakan apa yang ada dipikirannya ketika melihat Suliyono datang menyerangnya dan mengapa dia tidak lari.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.