Swiss dan batasan bahasa yang kabur

Swiss dan batasan bahasa yang kabur
Swiss dan batasan bahasa yang kabur
Swiss Hak atas foto Harold Cunningham/AFP Image caption Setidaknya terdapat empat bahasa besar yang dituturkan penduduk Swiss dalam keseharian mereka.

Multilingualisme atau multi-bahasa bagi Swiss sejajar dengan sopan santun di Inggris atau penampilan bagi masyarakat Italia: hal fundamental yang mendasari kebanggaan nasional.

Perjalanan menuju Ins adalah salah satu perjalanan kereta api yang pernah saya tumpangi, hanya 10 menit atau satu pemberhentian dari kota di Swiss bernama Neuchâtel.

Namun ketika saya turun di wilayah administratif di kawasan Bern itu, semuanya seperti berbeda. Namun saya tidak mengerti mengapa.

Barangkali sesuatu tentang arsitekturnya? Bahasa tubuh penduduknya? Bahkan udara dingin nan segar di daerah Swiss yang berbeda itu terasa berubah.

Saya berjalan kaki sebentar, kebingungan. Saya yakin masih berada di Swiss. Saya belum melintasi perbatasan negara manapun.

Lalu saya melirik ke rambu-rambu lalu lintas dan akhirnya saya paham. Tanpa sadar saya telah beranjak ke Röstigraben, istilah kocak untuk garis batas yang memisahkan wilayah Swiss yang berbahasa Jerman dan Perancis.

Röstigraben secara terminologi berarti 'parit rosti'. Istilah itu muncul saat Perang Dunia I ketika loyalitas penduduk negara itu terbagi atas basis bahasa.

Rösti adalah panganan tradisional Swiss dan Jerman yang berisi kentang yang kadang kala disajikan dengan daging bacon, bawang bombay dan keju lalu digoreng.

Secara geografis, daerah Röstigraben kurang lebih mengikuti arus sungai Saane (Sungai Sarine di Prancis). Namun Anda tak akan menemukannya dalam peta. Batas-batas daerah ini imajiner, meski tertanam di benak warga Swiss sejak mereka kanak-kanak.

Seperti tipikal perbatasan lainnya, Röstigraben tidak dilintasi secara remeh atau tanpa sengaja. Kecuali oleh turis seperti saya.

Hampir setengah dari penduduk Swiss yang berbahasa Jerman melintasi batas ini hanya sekali dalam setahun dan 15% dari jumlah itu bahkan tak pernah beranjak melebihi batas itu seumur hidup.

Fenomena itu muncul dalam jajak pendapat yang digelar Sotomo dalam proyek yang dibiayai perusahaan telekomunikasi, Swisscom.

Melintasi Röstigraben "seperti bermigrasi untuk sementara waktu ke tempat yang berbahaya, di mana kamu tidak akan mengerti yang orang bicarakan," kata Manuela Bianchi, pekerja organisasi nonprofit asal Swiss, dalam nada canda.

Hak atas foto Harold Cunningham/AFP Image caption Setiap kawasan di Swiss memiliki bahasa utama. Perbedaan bahasa itu dianggap sebagai batas antar daerah yang tak terlihat.

Kisah yang diutarakan Bianchi adalah gambaran penilaian sebagian besar warga Swiss tentang Röstigraben.

Ayah Bianchi berbahasa ibu Italia, sementara ibunya berbicara dalam bahasa Jerman. Bianchi pun tumbuh dewasa dengan dua bahasa itu, ditambah bahasa Perancis dan Inggris di bangku sekolah.

Multi-bahasa Swiss terkadang memang bisa menjadi beban. Dalam kemasan luar mayoritas produk makanan di negara itu, daftar bahan dasar dimuat dalam tiga bahasa.

Namun secara umum Bianchi menyebut multilingualisme itu sebagai berkah yang luar biasa.

Multilingualisme atau multi-bahasa bagi Swiss sejajar dengan sopan santun di Inggris atau penampilan bagi masyarakat Italia: hal fundamental yang mendasari kebanggaan

Namun warga Swiss rendah hati akan hal itu. Anda dianggap 'tidak seperti orang Swiss' jika membanggakan diri tentang kemampuan berbahasa atau hal-hal lain yang berkaitan dengan itu.

Membicarakan perbatasan antarnegara, yang biasanya muncul di pikiran kita adalah demarkasi politik: garis batas yang tegas, bahkan tembok yang memisahkan dua negara.

Itu memang satu tipe tapal batas. Namun ada kategori lainnya, yaitu batas budaya, batas bahasa, batas pikiran.

Tidak ada kumpulan manusia yang memahami tiga kategori perbatasan itu selain penduduk Swiss. Mereka memiliki bahasa dan budaya yang bercampur aduk, yang secara ajaib dapat bersatu dan seperti hal lainnya di negara itu, berjalan nyaris sempurna.

Hak atas foto Getty Images Image caption Röstigraben merupakan terminologi yang merujuk pada pemisahan daerah di Swiss yang berbahasa Jerman dan Perancis.

Swiss hanya merasakan sediit kekurangan atas centang perenang bahasa, dibandingkan sejumlah negara lain seperti Belgia dan Kanada. Pertanyaannya, bagaimana mereka bisa meminimalkan masalah yang timbul?

Kesejahteraan ternyata merupakan salah satu faktor keberhasilan mereka. Swiss adalah salah satu negara terkaya yang memiliki tradisi demokrasi: berbagai pemilihan langsung dan negara bagian dengan sistem otonomi mumpuni.

Negara ini dipersatukaan oleh perihal yang dalam istilah lokal disebut 'Willensnation'.

Terminologi itu berarti negara yang berjalan atas kehendak bersama. Namun penduduk lokal mengartikannya secara spesial, yaitu 'sebuah bangsa yang berdiri di atas keinginan hidup bersama'.

Sejarah pun dapat mengungkap hal ini. Multi-bahasa Swiss bermula beberapa abad lalu, sebelum kesepakatan untuk membentuk negara itu muncul.

Swiss berada di kawasan persilangan kelompok masyarakat dengan bahasa yang berbeda. Pegunungan membentuk tembok-tembok pembatas alami di antara kelompok itu.

Sekitar 7000 tahun lalu, Swiss berada 'di tengah dan perbatasan segalanya'.

Ungkapan itu diutarakan Laurent Flutsch, kurator Museum Arkeologi Vindonissa di Brugg, Belgia. Ia belum lama ini menginisiasi pameran bertajuk Röstigraben: Bagaimana Swiss dapat bersatu.

Flutsch berkata, ketika Swiss berdiri tahun 1848, batas-batas linguistik telah eksis.

Hak atas foto Getty Images Image caption Persatuan di antara penduduk Swiss tercermin dalam istilah 'Willensnation'.

Swiss mempunyai empat bahasa resmi: Jerman, Perancis, Italia, dan Romansh --bahasa penduduk mula-mula yang mirip bahasa Latin dan kini hanya dituturkan sedikit orang.

Inggris, sebagai bahasa kelima, kini semakin sering digunakan sebagai jembatan yang menghubungkan perbedaan bahasa di antara penduduk Swiss.

Dalam survei terkini yang dilakukan Pro Linguis, tiga perempat responden mengaku berbahasa Inggris setidaknya tiga kali dalam sepekan.

Di Swiss yang mengenal berbagai bahasa, setiap kelompok penutur bahasa bahkan dipisahkan. Mereka yang berada di kawasan berbahasa Jerman bertutur dalam Swiss-Jerman di rumah, tapi mempelajari Jerman secara formal di bangku sekolah.

Adapun, mereka yang tinggal di kawasan Ticino yang berbahasa Italia dihujani berbagai kata serapan dari Jerman dan Perancis.

Bahasa barangkali bukanlah sebuah takdir, tapi bahasa mempengaruhi lebih banyak hal daripada kata-kata yang dapat kita ucapkan.

Dalam konsep itu, Röstigraben dapat disebut sebagai batas budaya dibandingkan batas bahasa. Bianchi mengatakan, perbedaan bahasa itu ternyata mengungkap hal-hal lain.

"Menurut saya penutur bahasa Perancis lebih santai dibandingkan yang lain. Bagi mereka, segelas anggur putih usai santap siang pada hari kerja merupakan hal wajar."

"Penutur bahasa Jerman tak begitu berselera humor dan mereka mengikuti aturan secara lebih kaku dibandingkan orang-orang Jepang," kata Bianchi.

Hak atas foto Getty Images Image caption Pemisahan budaya antara daerah yang berbahasa Italia dan kawasan lain di Swiss dibatasi terminologi Polentagraben.

Perbedaan kultur antara penduduk Swiss yang berbahasa Italia dan yang berbahasa lain bahkan lebih kentara. Di antara mereka terbentang garis batas yang biasa disebut Polentagraben.

Para penutur bahasa Italia di Swiss merupakan kelompok minoritas, sekitar 8% dari total populasi dan kebanyakan dari mereka tinggal di daerah selatan, yaitu Ticino.

"Saat saya pertama kali pindah ke Swiss, orang-orang berkata kepada saya, 'Ticino mirip Italia, namun di sana semuanya berfungsi dengan sempurna, tidak seperti di Italia.' Saya pikir penilaian itu benar," kata Paulo Goncalves, akademisi asal Brasil yang tinggal di Ticino selama empat dekade terakhir.

Datang dari negara yang hanya mengenal satu bahasa resmi, Goncalves kagum bagaimana Swiss bisa berkembang dengan empat bahasa berbeda.

"Sungguh hebat, mereka dapat bersatu dalam situasi itu," ujar Goncalves, merujuk pengalamannya menghadiri seminar yang pesertanya memiliki latar belekang empat bahasa berbeda: Perancis, Jerman, Italia, dan Inggris.

"Presentasi Anda dipaparkan dalam empat bahasa dalam satu ruang konferensi," ucapnya.

Tinggal di lingkungan multi bahasa, "sungguh membentuk cara pandang saya terhadap dunia dan membanyangkan semua peluang yang ada. Saya menjadi orang yang berbeda dibandingkan saya sepuluh tahun lalu," kata Goncalves.

Empat bahasa di Swiss faktanya tidak tersebar secara merata. Sebanyak 17 dari 26 kawasan bertutur dalam Jerman. Empat kawasan berbahasa Perancis dan Italia satu kawasan.

Adapun, tiga daerah lain di Swiss bilingual dan satu sisanya, yaitu Grisons, menganut tiga bahasa berbeda. Mayoritas penduduk Swiss (63%) mengenal Jerman sebagai bahasa utama mereka.

Sejumlah hal yang diasosiasikan masyarakat dunia sebagai tradisi Swiss, seperti ketepatan waktu dan kehati-hatian sebenarnya menunjukkan ciri khas Swiss-Jerman.

Bahasa Jerman yang bercorak Swiss dan kultur yang berkaitan dengannya, terutama di sektor wirausaha, dominan. Dan itulah sumber friksi di Swiss, menurut Christophe Buchi, penulis buku mengenai sejarah batasan linguistik Swiss yang kabur.

"Namun pragmatisme yang menggerakkan politik Swiss ternyata dapat mengatasi persoalan tersebut," ujarnya.

Bahasa nasional Swiss yang sesungguhnya, kata Buchi, adalah rekonsiliasi.

Anda dapat membaca artikel ini dalam bahasa Inggris di BBC Travel, dengan judul Switzerlands invisible linguistic borders.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.