Orang utan: Dipenggal, dipotong tangan sebagai bukti, dan dijadikan 'lauk'
Perburuan orang utan di Kalimantan masih sering terjadi karena dianggap hama di perkebunan kelapa sawit. Mereka ditembak, dipotong tangan sebagai bukti, dan bahkan dijadikan "lauk", kata pegiat perlindungan hewan.
Peringatan: Foto-foto di bawah ini berisi unsur kekerasan terhadap binatang
Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah mengatakan Rabu (31/01) mereka menangkap dua orang yang diduga melakukan penembakan terhadap seorang orang utan jantan yang "ditembak 17 kali" dan ditemukan tanpa kepala.
‘Sedih dan marah’ melihat kondisi satwa di kebun binatang Riau Kondisi orang utan albino di Kalimantan ‘membaik’Bangkai orang utan dengan kepala terpenggal, penuh dengan luka dalam, dan dengan tangan hampir putus menunjukkan hewan ini mengalami penyiksaan sebelum dibunuh, kata pegiat.
Diperkirakan bangkainya terendam di sungai selama dua hari sebelum ditemukan masyarakat.
Pambudi Rahayu, juru bicara Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah mengatakan orang utan itu kerap mendatangi kebun karet dan ubi milik pelaku. "Orang utan itu diusir, tapi melawan, ditembak dengan senapan angin, tapi nggak mati-mati. Kemudian temannya satu lagi menggunakan parang dari belakang," kata Pambudi.
Hak atas foto Centre for Orangutan Protection Image caption Orang utan yang ditemukan terpenggal kepala, dengan banyak luka sayatan dan tangan hampir putus.Kepala dipenggal dan tangan hampir putusSaat ditanya kenapa tubuh orang utan ditemukan dalam keadaan tak berbulu, menurut Pambudi, itu karena orang utan berada di air selama 3-4 hari sehingga rambutnya rontok.
Pambudi juga membantah adanya penyiksaan yang dilakukan terhadap orang utan tersebut sebelum dibunuh. Meski begitu dia mengakui bahwa kepala orang utan memang terputus dari tubuhnya, dan kemudian badannya dibuang ke air.
Ketika ditanya kenapa kepala orang utan dipenggal, Pambudi mengatakan bahwa luka akibat parang memang menyebabkan kepala orang utan "hampir putus".
Tangan orang utan yang hampir putus, menurut Pambudi, juga merupakan dampak dari perlawanan orang utan "yang biasanya menangkap sesuatu yang diarahkan kepada dia, jadi kemungkinannya dia menangkap parang".
Meski begitu, Pambudi mengatakan, "Yang jadi masalah, orang utan bisa sampai ke kampung itu kenapa?"
Pelaku tetap akan diproses menggunakan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan ancaman sanksi penjara paling lama lima tahun.
Orang utan yang bisa bahasa isyarat mati di usia 39 tahun Orangutan 'meniru bahasa manusia'Hardi Baktiantoro dari LSM perlindungan orang utan, Centre for Orangutan Protection, COP, mengatakan memburu pelaku ini sulit karena masyarakat ketakutan.
Orang utan sebagai hama Hak atas foto Centre for Orangutan Protection Image caption Orang utan dianggap hama perkebunan dan banyak diburu untuk dibunuh."Masyarakat sangat ketakutan dan terlihat sepakat merahasiakan pelakunya. Mereka takut ada penangkapan dan kalau memberi informasi juga takut akan keselamatan dan hubungan baik dalam masyarakat," kata Hardi.
Ia mengatakan penyelidikan dilakukan menyusuri sungai, perkampungan dan perkebunan kelapa sawit untuk mencari informasi.
Hardi juga mengatakan orang utan dianggap sebagai hama dan masyarakat diberi upah untuk memburu.
"Perusahaan kelapa sawit menganggap bahwa orang utan adalah hama yang sangat merugikan. Mereka mengupah masyarakat setempat untuk membunuh orangutan. Pembayaran dilakukan dengan menunjukkan bukti, biasanya berupa telapak tangan," kata Hardi lagi.
Badan international perlindungan alam IUCN (International Union for Conservation of Nature), mengatakan orang utan di Kalimantan termasuk dalam kategori hampir punah, "critically endangered."
Para pegiat menuding habitat satwa liar termasuk orang utan semakin berkurang karena pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.
Hak atas foto AFP Image caption Anak orang utan di sekolah hutan di Ketapang, Kalimantan Barat.Tiur Rumondang, juru bicara Rountable of Sustainable Palm Oil, asosiasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan industri kelapa sawit menyatakan pihaknya menerapkan "peraturan ketat yang harus dipenuhi oleh pekebun kelapa sawit anggota RSPO untuk memenuhi standar sertifikasi, termasuk melalui analisis Dampak Sosial dan Lingkungan."
Tiur juga menambahkan, "Persyaratan wajib ini ada untuk melindungi hutan primer dan sekunder, dan untuk memastikan tidak dirusaknya habitat satwa liar, sehingga menciptakan ruang di mana perkebunan kelapa sawit dan lingkungan dapat hidup berdampingan."
"Apabila ada (spesies langka, terancam, hampir punuh) yang terdapat dalam perkebunan atau yang dapat terpengaruh oleh manajemen perkebunan atau pabrik minyak sawit, harus diidentifikasi dan operasi (perkebunan atau pabrik) harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin bahwa spesies dan habitat tersebut terjaga dan/atau terlindungi dengan baik." tambahnya.
Satwa liar menjadi laukNamun Centre for Orangutan Protection, COP, mencatat perburuan terhadap orang utan masih "sering terjadi".
"Penyebab lain adalah pekerja sawit harus membayar kerugian jika tanaman sawit yang berada di bawah tanggung jawabnya rusak karena sebab apapun, termasuk ketika dirusak orang utan. Akhirnya mereka membunuh orang utan."
"Cerita lain yang tidak kalah menyedihkan adalah pekerja sawit juga memakan binatang liar yang ditangkap. Secara umum mereka pekerja kontrakan dari pulau Jawa."
"Biaya hidup di perkebunan sawit sangat tinggi sehingga mereka harus menghemat agar bisa mengirim uang lebih ke keluarganya di Jawa. Banyak di antara mereka yang akhirnya menjadikan satwa liar sebagai lauk," cerita Hardi.
Karyawan membunuh dan memakan orangutan di kamp sawit, polisi akan panggil perusahaan #TrenSosial: Gito, kasus bayi orang utan 'paling parah'"Selama ini yang kami tangani langsung adalah jari yang dipotong, kepala pecah, dibakar dan juga dibacok berkali berkali di tubuhnya. Termasuk ditembak dengan senapan angin," tambahnya.
Sejumlah pertanyaan di Facebook BBC Indonesia terkait penyiksaan terhadap orang utan ini termasuk dari Agus Salim yang menanyakan, "Apa yang seharusnya dilakukan warga kalau ada orang utan merusak perkebunan mereka?"
Ramadhani dari COP mengatakan bila terjadi konflik antara satwa liar dan manusia, masyarakat "bisa melapor ke BKSDA setempat, melakukan penghalauan atau pengusiran dengan cara membuat suara besar seperti petasan."
"Tidak melakukan kekerasan terhadap orang utan karena akan bermasalah dengan hukum," kata Ramadhani.
Post a Comment