Syahrini, holocaust, dan kontroversi tak pernah selesai

Syahrini, holocaust, dan kontroversi tak pernah selesai
Syahrini, holocaust, dan kontroversi tak pernah selesai
Image caption Memorial untuk Umat Yahudi Eropa yang Dibantai di Berlin mulai dibangun tahun 2003 berdasarkan rancangan arsitek Peter Eisenman dan dikerjakan oleh Buro Happold, dibuka untuk umum pada akhir 2004.

"Bagus ya, di tempat Hitler bunuh-bunuhan dulu," kata penyanyi Syahrini melalui akun Instagramnya, saat dia merekam video sepuluh detik di Memorial Holocaust di Berlin, Jerman.

Video yang diunggah Syahrini di akun yang punya 20,7 juta pengikut ini pun memicu kontroversi.

Hitung-hitungan di balik honor Rp100 juta Syahrini untuk sekali unggah di Instagram Dari Raffi Ahmad sampai Syahrini, begini cara petugas mengejar pengemplang pajak mobil mewah

Memorial Holocaust atau Memorial to The Murdered Jews of Europe yang terletak di Berlin adalah monumen yang dibangun untuk memperingati terbunuhnya sekitar 6 juta Yahudi di Eropa akibat kekejaman Nazi.

Tak hanya dibicarakan di Indonesia, berbagai media internasional juga menulis tentang kejadian ini, seperti situs tz.de maupun Berliner Morgenpost.

Menanggapi kritikan, Syahrini pun menghapus postingan tersebut di media sosial. Dia juga menghapus foto di mana dia berpose di atas salah satu struktur monumen. Foto di Tembok Berlin, tetap disisakan.

"Pada video yang saya unggah di Instagram yang memicu banyak kontroversi, saya tidak bermaksud bilang "bagus" mengacu pada Holocaust, tapi pada desain Memorial yang impresif," kata Syahrini dalam bahasa Inggris melalui Instagramnya.

Pembelaan Syahrini selengkapnya bisa dibaca di bawah.

Postingan berisi penjelasan tersebut medapatkan 95 ribu likes. Meski sudah memberikan klarifikasi, netizen kembali mengkritiknya melalui kolom komentar karena Syahrini tidak minta maaf.

"Tidak ada kata maaf, bahkan menurut saya tidak ada kata menyesal... Yang dipermasalahkan bukan kata "Bagus" aja, tapi kalimat "Bagus ya tempat Hitler bunuh-bunuhan dulu","kata akun @drh.christina_mariantje.

"Ngetik panjang2 tapi kata yg paling penting g dsebutin, padahal kan cuma 1 kata, mana kata MAAF nya?" kata akun @alif_arjuna_ismail.

Syahrini bukan orang pertama yang memicu kontroversi karena tak sensitif soal Holocaust. Di Bandung, sebuah kafe bernama Soldaten Kaffee der Kommandantur Gross sempat menjadi perhatian karena memajang foto Hitler, simbol Nazi dan lambang-lambang SS. Artis Ahmad Dhani pun sempat menjadi sorotan ketika dia mengenakan seragam yang dianggap mirip seragam komandan pasukan elit Nazi, Schutzstaffel, SS.

Hak atas foto Detik.com Image caption Beberapa tahun lalu, muncul kehebohan terkait didirikannya Soldattenkaffe di Bandung.

Di Yogyakarta, museum swasta dikritik karena memajang patung Hitler untuk teman selfie para pengunjung museum. Patung Hitler dipajang di depan foto kamp konsentrasi di Auschwitz-Birkenau Polandia.

Di Medan, Nazi dijadikan permainan petualangan, lengkap dengan logo swastikanya.

Sediakan patung Hitler untuk selfie, museum di Yogyakarta dikecam dunia Kafe bercorak Nazi di Bandung

Menurut Monique Rijkers, pendiri lembaga Hadassah of Indonesia, memang banyak orang Indonesia tidak tahu tentang holocaust. "Syahrini yang public figure saja tidak tahu sama sekali, berarti lebih banyak fansnya yang tidak tahu," kata Monique.

"Karena di Indonesia banyak kebencian terhadap Yahudi, yang terjadi bukannya mereka terusik rasa kemanusiaannya, tapi malah berbalik dan menjadi glorifikasi terhadap Nazi dan Hitler," kata dia.

Menurutnya hal ini bisa terjadi karena memang tidak ada muatan pendidikan tentang Holocaust dan tidak ada diskusi dua arah.

Monique mengaku telah melayangkan surat protes kepada Adidas, merek asal Jerman yang menjadikan Syahrini sebagai Brand Ambassador.

"Saya sudah ajukan komplain pada Adidas, dan saya minta waktu untuk bertemu dan mengedukasi Syahrini sebagai sanksi sosial," kata dia.

Menjadi turis yang menghormati tuan rumah

Salah satu pembelaan Syahrini dalam permintaan maaf yang diunggahnya di Instagram adalah bahwa dirinya hanya turis. "Saya pergi ke Memorial sebagai turis, dan seperti turis-turis lainnya di sana, kagum akan desainnya dan ingin mengambil foto dan video...," kata Syahrini melalui aku instagramnya.

Farchan Noor Rachman, seorang pejalan dan penulis perjalanan, berpendapat bahwa turis tidak bisa berlindung dengan alasan ketidaktahuan atau pernyataan bahwa dirinya "hanya sekadar turis".

Dia menjelaskan bahwa selama ini setiap bepergian ke tempat yang baru, dia pasti menemukan perbedaan adat dan kebiasaan. "Sebagai turis, sebagai tamu, harus mengormati aturan dan adat yang berlaku di daerah tersebut," kata dia saat dihubungi BBC Indonesia.

Seperti apa rasanya menjadi anak-anak di masa Nazi Jerman? Perjuangan bawah tanah perempuan Italia melawan Nazi

Menurutnya, turis perlu melakukan riset sebelum berkunjung ke tempat baru yang belum dikenalnya. Cari informasi mengenai apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. "Turis perlu peka untuk melihat, misalnya apakah tempat itu bisa untuk berfoto atau tidak, dan bagaimana harus bersikap," kata dia.

Beberapa hari lalu dua orang turis juga menjadi perhatian akibat ulah mereka saat berfoto dengan tulang belulang manusia di Desa Adat Ke'te kesu, Toraja. Di kuburan batu, dua orang tersebut menyentuh dan bermain-main dengan tengkorak dan bahkan berfoto seperti akan menginjak tulang.

"Di Indonesia sebenarnya sudah ada sistem kearifan lokal untuk menjaga tempat-tempat sensitif. Misalnya pernyataan, hati-hati bicara dan bersikap, nanti pamali," kata Farchan. Turis, kata dia, harus menghormati kearifan lokal tersebut dan adat yang berlaku di daerah yang dikunjunginya.

Menurut Susan Poskitt, traveller yang terkenal dengan webnya Pergidulu, sebagai pejalan dia selalu berusaha memahami bahwa memang ada budaya yang berbeda di setiap tempat.

"Setiap wisatawan juga harus bisa menghargai sejarah suatu tempat. Kenapa suatu tempat bisa populer? Kebanyakan adalah karena sejarah di baliknya. Bukan sekedar tempat untuk foto-foto," kata dia. Menurutnya, kebanyakan turis saat ini berkunjung ke suatu tempat hanya untuk alasan foto.

Padahal, menurutnya, dalam hal traveling yang lebih seru adalah memahami sejarah di balik setiap tujuan agar kunjungan memiliki arti yang lebih dalam.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.