The Greatest Showman, film cocok untuk tontonan keluarga

The Greatest Showman, film cocok untuk tontonan keluarga
The Greatest Showman, film cocok untuk tontonan keluarga
The Greatest Showman Hak atas foto 20th Century Fox

Hugh Jackman membintangi sebuah film musikal baru yang modern yang didasarkan pada kehidupan seorang pengusaha sirkus, PT Barnum. Film ini sopan dan cocok untuk tontonan keluarga yang aman, menurut Nicholas Barber.

Sebelum Hugh Jackman menjadi seorang X-Man, dia adalah bintang panggung musikal peraih penghargaan, dan auranya sebagai idola tak pernah pudar.

Bahkan saat dia memukuli penjahat sebagai Wolverine, dia selalu terlihat seolah lebih nyaman jika harus meletakkan tangannya di pinggul, menaruh satu kakinya di batang pohon, dan menyanyikan bagian chorus dari film musikal Oklahoma.

Di layar, dia mendapat beberapa kesempatan untuk memamerkan kemampuannya menyanyi, sebagai penguin animasi di Happy Feet dan sebagai Valjean, yang tak bahagia, di Les Miserables.

Namun dalam film terbarunya yang menyenangkan, The Greatest Showman, Jackman mendapat kesempatan untuk melepaskan kemampuannya sebagai penghibur, dan dia hampir tak berhenti menyanyi, menari, dan memutar topi tinggi yang dikenakannya dari awal sampai akhir film.

Jackman memerankan PT Barnum, seorang penjual keliling dan impresario sirkus abad ke-19, namun ini bukan versi film dari drama Broadway populer pada 1980an, Barnum -- yang salah satu lagu populernya adalah There's a Sucker Born Ev'ry Minute.

Sepuluh S The Last Jedi: episode Star Wars terbaik?

Ini adalah drama musikal baru yang modern dengan lagu-lagu ceria oleh Benj Pasek yang sebelumnya menggarap La La Land dan Justin Paul, dengan naskah yang juga ditulis oleh Bill Condon, yang sebelumnya menyutradarai Dreamgirls.

Dari berbagai segi, musikal ini lebih tradisional dari versi yang pertama muncul hampir empat dekade lalu.

Film ini menjelajahi bagian kehidupan Barnum yang luar biasa yang sebelumnya tak dibahas dalam musikal terdahulu, seperti kampanye anti-perbudakannya, contohnya. Namun The Greatest Showman kemudian menjadi dongeng miskin kaya yang 'bersih', dimulai dari sekilas masa kecil Barnum sebagai anak penjahit yang miskin di Connecticut.

Hanya dalam satu lagu, dia sudah dewasa, menikahi kekasihnya - yang diperankan oleh Michelle Williams - dan mengerjakan pekerjaan kantoran ala karakter di novel Charles Dickens.

Istri dan dua anak perempuannya puas dengan nasib mereka, karena mereka terlalu terhormat untuk mengkhawatirkan uang, namun Barnum bermimpi untuk menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih ajaib, dan dia membuka American Museum di New York.

Pertama-tama, dia memenuhinya dengan patung lilin dan binatang awetan yang dimakani rayap, lalu, atas nasihat anak perempuannya yang menggemaskan, dia mengumpulkan "keanehan": seorang perempuan berjanggut (Keala Settle), seorang anak laki-laki berwajah anjing, seorang pria bertato, dan berbagai hipster jenis awal yang diberi kesempatan untuk merasa bangga akan atribut unik mereka - dan bukan untuk dipertontonkan dan dieksploitasi.

Barnum mencapai semua ini dengan begitu mudah, namun saat tiket terus laku terjual, dia harus berhadapan dengan orang-orang sombong yang nyinyir dan preman mabuk yang tidak setuju dengan apa yang dilakukannya.

Yang sebenarnya dia inginkan bukanlah menjadi "Pangeran Para Penipu" tapi untuk diterima di kalangan kelas atas. Dan di sinilah permasalahannya. Dia menyewa seorang penulis naskah kaya, Phillip Carlyle (Zac Efron) untuk membuatnya tampak berkelas, namun Carlyle juga ditolak karena berpegangan tangan dengan seorang seniman trapeze kulit hitam (Zendaya).

Dan saat Barnum mengatur tur seorang soprano klasik yang dikenal sebagai "burung nightingale Swedia" (Rebecca Ferguson) untuk tampil di berbagai gedung konser terhormat di Amerika, ada rumor bahwa hubungan mereka tak hanya profesional semata.

Jika rumor itu benar, film tersebut tidak mengakuinya.

100 film komedi terbaik sepanjang masa The Disaster Artist: film bagus tentang film terburuk sepanjang masa

The Greatest Showman menetapkan diri untuk menjadi hiburan ramah keluarga yang sopan dan bersih, tanpa seks atau umpatan, dan sangat berhati-hati untuk tidak mengejutkan penontonnya. Pesan-pesannya semua positif tanpa menjadi kontroversial: jangan menilai orang dari latar belakangnya; ikutilah mimpimu; jangan ikuti mimpimu jika itu menjauhkanmu dari istri yang setia.

Koreografinya segar dan hidup, namun sutradara Michael Gracey, yang mengerjakan film pertamanya di sini, tidak mengikuti arah bravado yang berani atau serangan indera seperti yang dilakukan oleh Baz Luhrmann lewat Moulin Rouge!.

Dan meski lagu-lagu funk-popnya akan membingungkan para pendengar musik di pertengahan 1800an, kini lagu-lagu ini terdengar komersil. Mungkin karena terinspirasi oleh sukses fenomenal Let It Go di Frozen, para penulis lagu kini memutuskan bahwa hampir setiap lagu harus menjadi anthem untuk menyemangati diri sendiri.

Bahkan ada satu lagu yang berjudul This Is Me - judul yang membuat lagu I Am What I Am di drama musikal La Cage Aux Folles terdengar kabur dan berbasa-basi.

Tentu ada yang bisa disampaikan soal film musikal populer yang efisien dan bergaya lama, namun saya tidak yakin bahwa gaya musikal seperti itu cocok untuk mengisahkan kehidupan seorang penjual yang tak tahu malu dan begitu mengejutkannya sampai-sampai memicu protes.

Haruskah perayaan kemarahan menjadi sesuatu yang tumpul? Haruskah sebuah penghormatan terhadap sesuatu yang berisiko dibuat menjadi begitu aman? Dan haruskah himne terhadap kemanusiaan dalam berbagai bentuknya dilakukan oleh dua aktor utama dengan rahang dan badan sempurna?

Pertanyaan terakhir ini cukup mengganggu. Carlyle mendobrak tabu dengan berada di depan umum bersama seorang perempuan kulit hitam, tapi tidak ada orang-orang aneh dalam film itu yang mendapat kisah cintanya sendiri, atau bahkan plotnya sendiri.

Pada akhir film, si perempuan berjenggot tetap perempuan berjenggot, si anak laki-laki bermuka anjing tetap saja dirinya sendiri, dan si pria bertato adalah seorang individu yang kompleks dengan cerita yang kaya, kepribadian yang aktif, dan menjadi karakter yang kuat. Tidak, saya hanya bercanda, dia tetap saja hanya seorang pria bertato.

Saat para orang aneh itu menyanyikan This Is Me, saya tergoda untuk bertanya: Iya, tapi siapa sebenarnya Anda? Karena The Greatest Showman tidak menawarkan jawaban apa-apa. Meski film ini berusaha progresif, para aktor pendukungnya (yang kurang tepat dalam pemilihannya) hanya punya satu pekerjaan, berterima kasih dan berdiri di sekitar pahlawan pria kulit putih yang tinggi dan tampan.

Versi asli tulisan ini bisa Anda baca di Film Review: The Greatest Showman di laman BBC Culture

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.