Kisah para pencari nafkah di industri pencarian jodoh
Di suatu pojok di Royal Botanic Garden, Edinburgh, Skotlandia, seorang perempuan bernama Rose terlihat gugup saat berpose di hadapan fotografer. Dia bukanlah sosok model yang biasa Anda bayangkan.
Kisah ini diambil dari Niche Work If You Can Get It, sebuah produksi Whistledown untuk BBC Radio 4. Dengan penyiar Nick Baker dan produser Leeanne Coyle. Diadaptasi oleh Sarah Keating.
Rose, 53 tahun, akan menggunakan hasil pemotretan itu untuk foto profilnya di situs pencarian pasangan.
Fotografer yang berdiri di hadapannya adalah Rachel Spence, spesialis pembuat potret foto profil pada situs pencarian pasangan.
Sekelompok turis asal Jepang yang berjalan melewati Spence terlihat penasaran ketika Spence memberi saran kepada Rose perihal busana yang menarik perhatian.
"Sebelum anda tiba di tempat ini, saya sudah menyiapkan sejumlah perlengkapan karena saya tahu anda menyukai taman."
"Jadi saya memang mempertimbangkan kegemaran anda," ujar Spence kepada Rose, pelanggannya.
Rose menyebut putranyalah yang selama ini mengabadikan foto profilnya. "Saya duduk di sofa, terlihat kesepian dan murung," kata Rose sambil tertawa.
Pertanyaannya, apakah terdapat pasar bagi profesi fotografer khusus pencari jodoh?
Fakta menunjukkan, industri pencarian pasangan online di Inggris pada tahun 2019 akan bernilai sekitar US$225 juta atau sekitar Rp3 triliun.
Sementara di Amerika Serikat, industri itu menghasilkan sekitar US$3 juta atau Rp413 miliar per tahun.
Statistik lain menunjukkan, 90% profil yang terpampang di situs pencarian pasangan itu bergantung pada foto diri. Dengan tingginya kegunaan foto diri itu, tak mengagetkan jasa pemotretan menjadi semakin menguntungkan.
Hak atas foto Getty Images Image caption Industri pencarian jodoh secara daring di Inggris mencapai miliaran rupiah di Amerika Serikat dan lebih besar lagi di Inggris.Saksia Nelson mendirikan Hey Saturday, kelompok usaha yang mengklaim diri sebagai agen foto profesional pertama untuk anggota situs pencarian jodoh.
Hey Saturday telah beroperasi selama empat tahun. Mereka sudah melebarkan lokasi bisnis ke empat kota, termasuk New York.
"Saya pikir akan ada perubahan, bahwa anda tidak akan dianggap menarik jika menggunakan foto hasil kamera Iphone atau potret liburan lawas yang kabur," kata Nelson.
"Orang-orang pasti akan melewatkan profil anda. Tapi ketika mereka melihat potret diri yang tajam, berwarna, fokus, cerah, dan berkualitas bagus, mereka akan mulai terpikat menjajaki sebuah hubungan."
"Jadi foto diri yang baik setara dengan hubungan yang berkualitas. Sebaliknya, potret yang buruk menghasilkan kencan yang buruk pula," ujarnya.
Hak atas foto Getty Images Image caption Kajian yang dilakukan produsen ponsel pintar, HTC, menemukan fakta 24% pengguna situs pencari jodoh membiarkan profil mereka tetap aktif meski telah menemukan pasangan.Namun bagimana anda dapat mengeluarkan daya tarik seseorang pada masa ketika orang-orang secara cepat dan memencet layar ponsel pintar mereka secara sembrono?
Fotografer senior, Eamonn McCabe, menyebut potret diri yang baik tidak dapat serta-merta muncul begitu saja.
"Hal tersulit adalah memotret seseorang dari perspektif subyek itu melihat atau membayangkan dirinya sendiri. Kita membayangkan diri kita sebagai sosok yang tampan atau cantik. Tapi kamera tidak mengabadikan bayangan itu," kata McCabe.
Di era ketika masyarakat dibombardir potret yang menunjukkan kecantikan dan kesempurnaan, seberapa sering industri fotografi memanipulasi perasaan dan kegundahan masyarakat tentang penampilan mereka?
Dengan harga sekitar Rp2,8 juta untuk sesi foto selama satu jam, tentu saja ini adalah peluang bisnis yang terus melonjak. Meski Saskia menekankan, keuntungan materi itu bukanlah tujuan utamanya.
"Kami ada untuk membantu banyak orang menemukan jodoh mereka melalui pendekatan yang paling masuk akal.
"Saya berharap, fotografi yang kami tawarkan tidak menjadikan orang tak percaya diri. Kami justru berupaya membuat mereka terlihat dalam penampilan terbaik," kata McCabe.
Kembali ke Royal Botanic Garden, Rose telah menyelesaikan sesi fotonya. Kate menjelajah hasil pemotretan dan dia menunjukkan foto yang Rose suka.
"Saya sepertinya akan mencerahkan rongga mata, tapi tidak akan terlampau terang," ujar Kate.
Jadi, apakah ada manipulasi lain yang diterapkan untuk foto-foto itu? Tidakkah fotografer profesional itu akan keliru menampilkan daya tarik klien mereka yang sesungguhnya?
McCabe menilai pengubahan foto merupakan hal wajar. "Kami selalu menerangkan atau menggelapkan suatu foto dan saya anggap itu bukan suatu pembohongan," katanya.
"Namun jika anda memotong dagu yang terlihat gemuk atau hal-hal lainnya, saya pikir itu tidak tepat dan saya kira itu tidak baik untuk hubungan anda ke depan."
Hak atas foto Getty Images Image caption Seorang pelanggan harus membayar jutaan rupiah untuk satu sesi pemotretan foto diri khusus situs pencari jodoh.Berinvestasi untuk penampilan bukanlah hal baru dalam proses pencarian jodoh. Akan tetapi, bagaimana dengan mengkomersialisasi penampilan atau menjadikan potret diri kita sebagai 'merek' diri kita?
Rose merasa dirinya memiliki alasan tepat untuk menyewa fotografer yang mengabadikan potret dirinya secara profesional.
"Foto yang saya pajang di situs pencarian pasangan tidak menunjukkan diri saya sebenarnya. Portret diri orang lain pun ternyata tidak merefleksikan diri mereka yang saya temui."
"Jadi saya ingin memastikan bahwa potret yang saya tampilkan di situs itu benar-benar menunjukkan kepribadian saya," kata Rose.
Barangkali pernyataan Saskia Nelson tepat. Saat citra diri tentang 'saya' bertebaran di media sosial, mungkin kita harus mengambil pendekatan lain agar diri kita diperhatikan.
Langkah itu bukan satu-satunya di dunia 'geser layar ke kanan' yang penuh tipu daya.
Anda dapat membaca artikel ini dalam bahasa Inggris diBBC Capitadengan judulThe people making money out of the quest for love.
Post a Comment